Jumat, 18 Maret 2011

Kode 86 : Berawal dari Kepolisian, Terkenal di kalangan Koruptor


Kode lapan enam adalah istilah yang awalnya secara legal dipergunakan oleh kepolisian. Arti dari sandi lapan enam sendiri adalah sudah diterima atau sudah dimengerti. Biasanya dipergunakan melalui handy talkie polisi. Namun, dalam keberjalanannya kultur sandi 86 ini sering disalahgunakan oleh oknum polisi karena di lapangan sandi itu dipergunakan untuk menggambarkan proses “tahu sama tahu” antara oknum polisi dengan pihak yang berperkara, di luar koridor hukum. Tentu saja hal ini merupakan pelanggaran UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Arti yang sudah disalahgunakan ini ternyata juga merebak di masyarakat, para koruptor khususnya. Bahkan istilah ini sudah lebih terkenal daripada istilah ‘amplop’ yang sudah diketahui banyak orang. Yaitu sama-sama untuk menunjukkan suatu perkara sudah cincai atau diselesaikan dengan uang. Dalam kehidupan nyata, para koruptor yang telah divonis pengadilan menggunakan istilah berbeda-beda. Hakim Asnun, penerima uang pelicin Gayus Tambunan memakai istilah ‘kopinya tolong ditambah lagi’. Haposan kerap menyebut ‘paketnya masih kurang’. Sementara Sjahril Djohan mengadopsi ujaran ‘ini kasus besar, kok kosong-kosong bae’. Setiap kelompok, tempat kerja ataupun wilayah mempunyai istilahnya sendiri-sendiri. Tetapi maknanya sama yaitu Lapan Enam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar