Jumat, 25 Maret 2011

Pandangan Tentang Earth Hour

Pandangan Tentang Earth Hour
Andi Hendra Paluseri
Earth Hour adalah program pemadaman listrik yang berlangsung di beberapa daerah di dunia yang bertujuan untuk mengurangi pemakaian energi dan sebagai aksi efektif untuk menjawab perubahan iklim global. Program ini diadakan pertama kali secara Internasional sejak tahun 2007 dimulai di kota Sydney, Australia. Diperkirakan sekitar 2 juta orang di dunia berpartisipasi. Setahun kemudian, pesertanya melonjak menjadi 50 juta orang di seluruh dunia. Program ini tetap dilaksanakan pada 2009, 2010 dan tahun 2011 ini. Diperkirakan di tahun ini pesertanya mencapai 1 milyar penduduk dunia.

Istilah lain dari Earth Hour sendiri di Indonesia lebih dikenal dengan nama 'Pemadaman'. Karena sangat mengenal dan sering merasakan  istilah Pemadaman, jadi tidaklah sukar untuk menjalani pemadaman selama satu jam saja. Buktinya di Jakarta sendiri yang notabene Ibukota Indonesia, pemadaman mencapai belasan jam dalam setahun apalagi daerah-daerah lainnya. Untuk tahun ini, daerah-daerah yang berpartisipasi dalam program Earth Hour adalah Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Medan dan beberapa kota di Kalimantan. Kota-kota yang memang mengkonsumsi energi listrik terbesar di Indonesia. Diperkirakan sekitar 800Mwh energi dapat dihemat di seluruh Indonesia dengan adanya program ini yang artinya setara dengan mematikan sekitar 1/4 pembangkitan di IP Suralaya (Pembangkit Terbesar di Indonesia) dan mengurangi pemakaian 260 ton karbon dioksida.

Namun, bukan berarti dengan sosialisasi program ini tidak terjadi apa-apa. Ada berita lain yang beredar di masyarakat tentang dampak negatif yang akan ditimbulkan dengan adanya Earth Hour. Ditakutkan dengan adanya Earth Hour akan terjadi perubahan beban secara seketika yang nantinya akan merusak mesin pembangkitan. Secara sederhananya ketika Earth Hour mulain beban turun secara mendadak sehingga terjadi peningkatan putaran di sisi generator. Begitu juga sebaliknya ketika Earth Hour selesai, beban akan meningkat sehingga putaran di generator akan menurun. Keduanya sama-sama mampu merusak alat.

Ketakutan yang diuraikan diatas memang sangatlah wajar. Namun saya rasa terlalu berlebihan bila kemampuan PLN sebagai perusahaan raksasa terbesar di dunia dengan konsumen sebesar 45 juta jiwa diragukan. Memang masih banyak yang harus dibenahi dari PLN, tapi untuk kasus seperti ini saya kira PLN sudah mengetahui cara penanganannya. Mungkin Load Shedding (pemadaman) lagi di beberapa daerah agar perubahan kenaikan/penurunan daya beban terjadi secara bertahap. Sehingga perubahan putaran ekstrim pada generator yang dikhawatirkan tidak akan terjadi. Dan masih banyak lagi solusi-solusi teknik yang mungkin pihak PLN rencanakan dalam keberjalanan program Earth Hour ini.
Terlebih lagi, acara yang berlangsung mulai pukul 20.30-21.30 WIB ini diuntungkan karena jadwal selesainya yang cukup malam dan memasuki jam-jam istirahat masyarakat. Sehingga ketika program Earth Hour ini selesai, kenaikan beban dirasa tidak akan signifikan, pun tidak banyak industri yang bekerja karena program ini dilakukan di malam hari. Untuk perubahan putaran yang besar yang terjadi ketika beban turun mendadak, hal ini yang paling harus diperhatikan.

Seperti saran saya semula, mungkin load shedding adalah upaya yang paling tepat dilakukan sebelum perubahan mendadak  penurunan beban. Jadi sebelum Earth Hour dilakukan secara bersamaan, PLN sembari mengurangi daya keluaran pembangkitan juga melakukan load shedding di beberapa tempat secara perlahan. Sehingga ketika tepat akan dimulainya program Earth Hour, perubahan putaran tidak begitu signifikan karena daya yang dikonsumsi masyarakat sudah rendah sejak jam-jam sebelumnya.

Ok, sekarang kita mengabaikan segala kemungkinan kerusakan mesin akibat Earth Hour tersebut dengan asumsi PLN mampu mengatasi dan menanganinya. Yang paling nyata tujuan akan program ini adalah hemat energi. Saya rasa cukup efektif bila program ini tidak hanya dilakukan sekali setahun. Juga jangan serempak dilakukan karena mungkin fluktuasi putaran mesin akan terjadi. Istilahnya semacam pemadaman namun atas kesadaran warganya. Jadi bukan PLN yang 'memaksa' memadamkan namun warga daerah tersebut yang memadamkan. Untuk itu, para dispatcher PLN harus siap siaga dengan kondisi ini karena load forecasting (Peramalan beban) mungkin tidak sama seperti biasanya.

Adapun keterangan dari WWF yang mengatakan tidak akan mengkampanyekan Earth Hour di tahun depan saya rasa cukup baik karena membuat suatu negara harus mengambil inisiatif sendiri untuk mensosialisasikan energy saving dengan baik dan metode yang sesuai dengan kondisi negara masing-masing. Pun Earth Hour dengan mematikan lampu selama sejam mungkin bukan satu-satunya langkah untuk program hemat energi tersebut. Masih banyak cara-cara lain

Penghematan Energi di Indonesia selain pemadaman seperti Biking Day dimana seluruh masyarakat Indonesia disarankan untuk mengendarai sepeda selama hari tersebut untuk menghemat energi fossil yang dihabiskan dengan mengendarai kendaraan bermotor. Cara ini mungkin juga efektif karena dapat dilakukan kapan saja dan secara serentak tanpa takut akan terjadinya kerusakan mesin seperti pada Earth Hour. Cara lain No-TV Day yang selain mampu menghemat energi juga dapat mengubah kebiasaan masyarakat yang sudah demikian bergantungnya dengan acara-acara televisi.

Mungkin cukup demikian pemaparan dari saya. Bagaimana dengan pandangan Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar