Jumat, 18 Maret 2011

Masa Depan Nuklir di Indonesia


Masa Depan Nuklir di Indonesia
Andi Hendra Paluseri
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika
Nuklir adalah salah satu sumber energi tak terbarukan yang cukup populer di dunia dan sangat sensitif dalam perkembangannya. Nuklir sendiri adalah sebuah proses di mana dua nuklei atau partikel nuklir bertubrukan sehingga menghasilkan sesuatu yang berbeda dari produk awal. Hasil tubrukan inilah yang dimanfaatkan karena menghasilkan panas yang nantinya akan digunakan untuk memutar turbin. Biasanya suatu PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) terdiri dari beberapa reaktor nuklir.
Hingga tahun 2005 terdapat 443 PLTN berlisensi di dunia[1], dengan 441 diantaranya beroperasi di 31 negara yang berbeda[2] . Sampai saat ini, nuklir berperan besar dalam menopang energi listrik  yaitu sekitar 17% kebutuhan kelistrikan dunia. Beberapa negara malah sudah menjadikan nuklir sebagai salah satu energi utama dalam penyediaan kebutuhan listriknya. Sebut saja Prancis yang 78% kebutuhan listriknya dipasok dari PLTN juga Jepang sekitar 39% (Sumber : World Nuclear Association).
Indonesia sebenarnya memiliki banyak potensi di bidang ini, terlebih lagi riset tentang nuklir sendiri di Indonesia sudah dimulai sejak 50 tahun yang lalu. Ketika itu, Korea Selatan juga sudah memulai dan sekarang negara tersebut sudah mampu menjual teknologi nuklirnya. Berbeda sekali dengan Indonesia yang masih tetap jalan di tempat dalam pengaplikasian risetnya.
Bahan baku yang melimpah tersedia di berbagai daerah di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan dan Papua. Untuk Kalimantan sendiri memiliki potensi 30 ribu ton uranium[4] sebagai bahan baku nuklir di Kalimantan dimana 1 gram uranium setara dengan 3 ton batu bara. Jadi dengan bahan baku yang berlimpah dan riset yang sudah saban hari dilakukan, saya rasa ketakutan terhadap pembangunan PLTN ini adalah hal yang mengada-ada.
Mungkin beberapa kalangan, menjadikan peristiwa Chernobyl (25 tahun silam) sebagai titik tolak untuk menentang pembangunan PLTN ini. Adapun kejadian Chernobyl tersebut dikarenakan desain reaktor nuklir yang tidak memenuhi standar dan kesalahan operator PLTN yang mengabaikan safety sistem sehingga terjadilah kecelakaan tersebut. Lagipula,di Chernobyl waktu itu ada empat reaktor nuklir. Tiga reaktor power plant dan satu reaktor riset. Yang bocor adalah reaktor riset. Reaktor riset ituRBMK-1000 merupakan tipe 150 dan sifatnya masih klasik (reaktor generasi pertama). Sedangkan reaktor lain untuk power plant stabil. Sekarang, umunya reaktor nuklir sudah merupakan reaktor generasi kedua yang telah terbukti beroperasi aman dan selamat.
Memang investasi awalnya agak mahal, namun saya rasa masih cukup relevan dengan biaya bahan bakar yang rendah. Selain biaya bahan bakar rendah, keuntungan lainnya adalah tidak mencemari udara karena tidak menghasilkan zat-zat berbahaya, tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca dan sedikit menghasilkan limbah padat. Lagipula, seperti informasi yang saya katakan tadi bahwa bahan baku nuklir tersedia berlimpah di Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, mengapa masih belum dilakukan? selain faktor administrasi dari pemerintah sendiri, masalah yang paling utama adalah pencerdasan rakyat dari fobia nuklir ini. Beberapa kalangan masih menolak karena kurang adanya sosialisasi yang tepat guna meluruskan paradigma berfikir mereka. Mungkin kita bisa mengambil contoh Jepang. Negara tersebut adalah yang paling merasakan derita akibat Nuklir pada tahun 1945 silam. Namun, pemerintah terutama rakyatnya tidak begitu mengalami ketakutan yang berlebihan untuk membangun nuklir di negaranya. Sehingga sampai detik ini, nuklir masih menjadi salah satu pilar energi utama di negara sakura tersebut.
Indonesia pastinya bisa belajar banyak dari Jepang karena kemiripan kondisi geografi yang sama-sama berada di ring of fire sehingga rentan terhadap gempa bumi. Juga belajar langkah-langkah mengatasi sikap paranoid masyarakatnya terhadap nuklir. Jepang sendiri adalah negara yang bisa dikatakan miskin energi sehingga untuk memenuhi kebutuhan energinya haruslah mengimpor dari negara lain (net energy importer). Namun, kita bisa melihat bagaimana kokohnya energi yang ada di Jepang saat ini meskipun harus mengimpor dari negara lain.
Indonesia yang cadangan SDA katanya sudah menipis dan di tengah ketidakstabilan harga minyak dunia, sudah seharusnya merealisasikan PLTN ini. Potensi di berbagai daerah yang sudah diteliti ternyata sangatlah besar tentunya membuat Indonesia tidaklah harus mengimpor bahan baku nuklir tersebut yang nantinya mengakibatkan akan bergantung ke negara lain. Saya rasa dengan potensi yang ada, PLTN masih relevan untuk dibangun dalam 100 tahun ke depan. Memang, nuklir sebagai sumber energi tak terbarukan ketersediaannya di dunia semakin menipis. Untuk Indonesia sendiri, hal tersebut bukan masalah karena SDA Nuklir hampir dipastikan belum pernah dimanfaatkan. Sehingga tentunya cadangannya masih banyak.
Kesimpulan :
Nuklir sebagai salah satu energi alternatif dalam membangun kekokohan energi bangsa sampai saat ini belum dimanfaatkan. Penyebab utamanya bukan dikarenakan masalah keamanan karena negara kita telah melakukan penelitian sejak 50 tahun yang lalu namun sosialisasi yang tepat ke masyarakat sepertinya belum dibiwarakan dengan baik dan efektif. Di tengah ketertinggalan dengan bangsa lain yang sudah terlebih dahulu memanfaatkan dan menikmati nuklir ini, Indonesia mungkin haruslah mulai berjalan meskipun dengan tertatih-tatih dalam mewujudkan fasilitas nuklir. Benchmarking dapat dilakukan dengan negara Jepang yang memiliki kondisi geografis hampir sama berupa negara kepulauan yang sangat rawan gempa. Nuklir sebenarnya tergolong energi yang tak terbarukan sehingga suatu saat akan habis namun Indonesia masih memiliki cadangan yang berlimpah sehingga tidaklah salah bila dimasukkan dalam Rencana kelistrikan Indonesia Jangka Panjang sembari pemerintah mengembangkan energi alternatif terbarukan yang dapat dimanfaatkan untuk mengokohkan kemandirian energi bangsa tentunya.
Rujukan :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar